Selasa, 08 April 2008

Sejarah Gempa Bumi dan Tsunami di Maluku

Gempa tektonik yang mengguncang Provinsi Maluku pada Sabtu (28/1) dinihari berkekuatan 7,3 skala richter, membuka kembali trauma masa lalu sebagian masyarakat yang mendiami kepulauan Maluku khususnya Pulau Seram Kabupat! en Maluku Tengah. Ketakutan akan gempa susulan disertai tsunami mengingatkan warga akan bencana alam yang pernah terjadi sebelumnya pada 200-an tahun lalu.
Dampak dari musibah alam saat itu adalah dua kampung di selatan Pulau Seram yakni Elpaputih dan Amahai tenggelam akibat gelombang tsunami. Sisa-sisa warga Amahai yang masih hidup kemudian eksodus ke arah timur Amahai dan mendirikan kampung baru dengan nama Rutah yang artinya "Runtuhan Amahai". Jika mengunjungi Rutah, di pintu masuk kampung itu kita akan mendapati sebuah monumen yang menceritakan musibah tsunami yang dikenal masyarakat setempat sebagai "Musibah Seram".
"Banyak orang mengungsi saat gempa Sabtu lalu karena kekuatiran akan terjadi tsunami. Daerah ini pernah ada tsunami yang mengakibatkan dua kampung tenggelam," kata Edi Pattisahusiwa, pegawai Kantor Bupati Maluku Tengah kepada radio vox populi, Sabtu (4/2).
Dampak dari gempa kemarin bukan saja menewaskan dua warga akibat kep! anikan, yang lebih menggegerkan lagi terjadi patahan tanah di dua wilayah Pulau Seram tepatnya di Kecamatan Tehoru dan Elpaputih.
Kerusakan parah terjadi di Tehoru. Dua rumah warga dan sekitar satu hektar daratan terperosok ke laut akibat patahan di semanjung Dusun Mahu. Sedangkan lima rumah warga lainnya pada lokasi yang sama juga terancam tenggelam.
Patahan yang terjadi akibat guncangan gempa sepanjang 75 meter, lebar sekitar 50 meter, dan kedalamannya 15 meter. Sedangkan kedalaman patahan pada titik terluar diperkirakan mencapai 80 meter. Selain itu juga patahan terjadi di bibir pantai dari dusun Mahu hingga desa induk, Tehoru, sepanjang kurang lebih empat kilometer.
"Patahan yang terjadi di Tehoru ini akibat gempa pada Sabtu pekan lalu," kata Kepala Badan Geofisika Ambon Benny Sipollo.
Patahan yang sama juga terjadi di bibir pantai desa Samasuru Tanjung Elpaputih Kabupaten Maluku Tengah. Panjang patahannya mencapai 40 meter den! gan kedalaman 1 hingga 3 meter. Di Elpaputih, patahan akibat gempa tidak berdampak pada rumah warga di sekitar lokasi itu. Namun sebagian warga yang tinggal di pesisir pantai masih khawatir untuk kembali ke rumah.
Menurut Benny, patahan di Tehoru dan Elapaputih karena letak kedua desa itu berada di pesisir selatan Pulau Seram, berhadapan langsung dengan Laut Banda yang menjadi pusat gempa.
Menurutnya, kekuatiran warga cukup beralasan karena pada tahun 1800-an pernah terjadi tsunami di Pulau Seram yang memakan korban sangat besar. Gelombang tsunami saat itu menghantam pantai selatan Seram Barat sampai ke Tehoru (Maluku Tengah), dengan jarak ratusan kilometer. Ada daerah yang habis tetapi ada daerah yang hanya terkena dampak. Saat itu dua kampung yang tenggelam adalah desa Elpaputih dan Amahai.
Sementara sejarah mencatat, sejak tahun 1830 Maluku pernah dilanda bencana akibat gempa bumi sebanyak 31 kali. Dari bencana tersebut, 12 kali diantar! anya melanda Pulau Ambon dengan kekuatan 5-10 SR. Sedangkan tsunami yang pernah melanda Maluku sebanyak 8 kali, di Ambon terjadi 3 kali. Dengan demikian Ambon dan sekitarnya termasuk daerah yang sangat rawan goncangan gempa bumi dan juga tsunami.
Kondisi lainnya yang membuat wilayah Kepulauan Maluku makin berpotensi terjadi gempa karena menjadi daerah pertemuan tiga lempeng penyusun kulit bumi yakni Indoaustralia, Eurasia dan Pasifik. Ketiga lempengan ini relatif bergerak satu terhadap yang lain sehingga kepulauan Maluku mengalami aktifitas gempa bumi yang sangat tinggi dengan timbulnya banyak patahan yang juga merupakan generator aktifitas gempa bumi.
Pertemuan tiga lempeng penyusun kulit bumi di Maluku pusatnya di Laut Banda. Laut terdalam di Indonesia ini memiliki kedalaman sekitar 5.000 meter. Palungnya mencapai kedalaman sekitar 7.000 meter.
"Kondisi lempeng tektonik yang bertemu pada wilayah kepulauan Maluku menjadikan wilayah ini sa! ngat rawan terjadi bencana gempa bumi dan tsunami. Salah satu kekhawatiran penduduk Maluku khususnya di wilayah Maluku Tengah adalah gempa berkekuatan 7,3 SR yang terjadi pada Sabtu dinihari itu adalah bencana tsunami," terang Benny.
Terjadinya tsunami, kata Benny, jika pusat gempa berada di bawah laut dengan kekuatan guncangan di atas 6,2 SR. Syarat lainnya adalah kedalaman lebih kecil dari 60 kilometer. "Untungnya, gempa tektonik yang terjadi pada Sabtu dinihari tidak memenuhi syarat sepenuhnya untuk menciptakan tsunami. Karena pusat gempa berada di Laut Banda dengan kedalaman episentrum 330 kilometer," sebutnya.
Kemungkinan besar lainnya untuk menciptakan tsunami adalah jika terjadi patahan di dasar laut secara vertikal dengan kedalaman lebih kecil dari 60 kilometer. Apabila terjadi mekanisme patahan adalah horisontal, maka kemungkinan terjadi tsunami sangatlah kecil.
Ia menandaskan, dengan kondisi seperti itu, Maluku sangat membutuhkan peralatan sistem peringatan dini. Maluku membutuhkan bantuan dari luar untuk memperoleh peralatan canggih guna peringatan dini karena persoalan tsunami melibatkan jaringan lokal dan juga jaringan internasional.
Benny mengungkapkan, pihaknya belum sepenuhnya memberikan sosialisasi tanda-tanda akan terjadi bencana alam khsususnya tsunami kepada masyarakat Maluku secara luas. Penjelasan kepada masyarakat hanyalah bersifat insidentil, dimana ada peristiwa baru pihaknya turun ke lapangan untuk menjelaskan kepada mayarakat.
"Baru beberapa wilayah yang kami datangi untuk menjelaskan tanda-tanda dan bahaya bencana tsunami kepada masyarakat, itupun saat ada kunjungan gubernur ke daerah saat ada peristiwa seperti gempa bumi yang belum lama ini juga terjadi di Pulau Buru," ungkapnya.
Menurut Benny, dengan kondisi Maluku yang hampir seluruh daerahnya rawan tsunami, sangat diperlukan masyarakat akan pengetahuan tentang gempa dan tanda-tandanya sehin! gga lebih waspada.
Selain gempa tektonik yang diakibatkan oleh patahan, gempa juga bisa ditimbulkan oleh letusan gunung api atau gempa vulkanik. Di wilayah kepulauan Maluku sendiri terdapat sembilan gunung api yang cukup aktif, tiga diantaranya berada di dasar laut.
Siklus gunung api di Maluku di atas 20 sampai 50 tahun. Siklus yang panjang ini, menurut Benny, justru lebih berbahaya karena menyimpang tenaga yang cukup besar di dalam perut gunung api. Jika suatu saat terjadi letusan, maka letusannya akan sangat dasyat.
Dari sembilan gunung api aktif ini hanya dua yang mempunyai pos pengamatan, yaitu Gunung Worwali di Pulau Damar Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Gunung Api Banda di Pulau Banda Kabupaten Maluku Tengah. Gunung-gunung ini sekarang statusnya aktif normal. Jadi belum ada tanda-tanda keaktifan yang meningkat. Kedua gunung api ini berada di dekat pemukiman sehingga diprioritaskan untuk penempatan pos pengamatan.
Siklus gunung! api antara 20 tahunan maka akan meletus kembali. Yang paling terakhir meletus adalah Gunung Api Banda yakni pada tahun 1989. Dari catatan saat ini semua masih aktif normal, dimana kegempaannya baik vulkanik maupun tektonik masih normal.
Potensi bahaya yang kemungkinan terjadi akibat letusan gunung api jangan dipandang sebelah mata. Perlu ada kewaspadaan dini. Karena potensinya bahayanya bisa sangat tinggi. Ini disebabkan siklus dari gunung-gunung api di Maluku sangat panjang sehingga apabila terjadi letusan maka dia akan sangat ekslusife. Gunung api ini diprediksi akan mengeluarkan lahar dan lava dengan sangat besar.
Gunung-gunung api ini harus terus dipantau. Jika intensitas gempanya sudah cukup banyak dan skalanya besar maka statusnya bukan lagi aktif normal tetapi aktif, dan apabila keaktifannya sudah mulai meningkat berarti penduduk di sekitarnya harus segera diungsikan.
Di Pulau Ambon sendiri terdapat 10 zona garis patahan. Tiga dianta! ranya berada pada daerah pemukiman padat penduduk. Jalan Pattimura Ambon naik sampai ke kawasan Batumeja masuk dalam salah satu zona patahan itu. Yang lebih rawan lagi adalah daerah Poka-Rumahtiga karena dilalui tiga garis patahan.
Ketiga garis patahan itu berada di Tanjung Marthapons, di belakang Poka Rumahtiga dari Waiyame melintang garis patahan sampai ke Telaga Kodok dan patahan dari Waiyame naik ke arah Utara Pulau Ambon. Dengan kondisi seperti itu membuat kawasan ini sangat rawan. Patahan-patahan ini akan aktif kalau terjadi gempa besar.
Ada tiga jenis gempa berdasarkan keaktifannya yakni gempa yang sudah tidak aktif, berpotensi aktif, dan gempa aktif. Di Maluku belum dijumpai gempa aktif. Namun di Pulau Ambon misalnya, masuk dalam kategori patahan-patahan berpotensi aktif dimana jika terjadi gempa besar bisa menimbulam bencana.

Mengusik Sejarah Bumi dari Lempeng Dasar Laut

Sebuah potongan dasar laut berusia empat miliar tahun menambah pencerahan bagaimana wajah bumi kita di zaman purba dulu. Potongan tersebut berupa bebatuan yang saat ini menjadi bagian dari Greenland. Temuan ini memperlihatkan bukti-bukti keberadaan lempengan tektonik di masa awal bumi. Selain itu juga ada bukti ikwal gerakan-gerakan kolosal bagian kerak luar planet kita ini.Sampai saat ini, para ilmuwan masih belum mampu kapan sesungguhnya proses pembentukan lautan dan daratan berawal. Temuan unik ini, seperti dijelaskan di jurnal Science, membuktikan bahwa gerakan bermula segera setelah planet terbentuk.“Sejak paradigma lempeng tektonik menjadi acuan semua yang kita interprestasikan pada bidang geologi era modern ini, maka penting untuk mengetahui seberapa lama proses itu terjadi,” komentar Profesor Minik Rosing dari University of Copenhagen seperti yang dikutup BBC News belum lama ini.Tidak AsingSementara itu, Profesor John Valley, seorang pakar geologi dari University of Wisconsin, Madison menyimpulkan temuan tersebut sebagai hal yang menarik dan penting. Valley berpendapat, jika temuan ini cukup substansial, maka akan menjadi landasan bagi bukti anyar yang mengindikasi bahwa lempeng tektonik pernah aktif dan tidak asing lagi sejak 3,8 miliar tahun lampau.Teori lempeng tektonik adalah teori geologi yang menjelaskan gerakan skala besar dari permukaan bumi. Kerak bumi bagian luar dikatakan terbentuk dari dua lapisan, litosfera dan astenosfera. Litosfera yang berasal dari kerak paling luar dan paling atas ini terpecah menjadi tujuh lempeng besar dan beberapa lempeng kecil. Semua lempengan ini mengapung di atas astenosfera dan saling bergerak satu sama lain.Hari ini kerak laut tercipta di batas-batas lempengan, dikenal dengan nama bubungan tengah laut, dimana magma muncul dari stenosfera melalui retakan-retakan di dasar laut.“Dasar laut tidak terlindungi secara normal sejak 200 juta tahun lalu,” ungkap Rosing. Kebanyakan dasar laut mengalami kerusakan pada zona subduksi seperti yang ditemukan di sepanjang tepian Lautan Pasifik, di mana keraknya terjatuh dan menetap sebagai kerak-kerak benua.Dari keadaan yang nampak saat ini, pecahan dasar laut yang dikenal dengan nama opiloite nampak baik-baik saja walau sudah berupa sisa-sisa saja. Proses pengecualiaan ini terjadi ketika kerak daratan mulai tersedot ke dalam zona subduksi.(mer)